Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah Dan Kaitannya Dengan Kemerdekaan RI
DASAR PEMIKIRAN.
Perkembangan globalisasi ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-Iembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar negara maju dengan negara-negara berkembang maupun antar sesama negara berkembang serta lembaga-Iembaga internasional. Disamping hal tersebut adanya issu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan trnasportasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur baru yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi juga daiam berpola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.
Dari uraian tersebut di atas, bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual yang melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa Perjuangan Fisik. Dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan diperlukan Perjuangan Non Fisik sesuai dengan bidang tugas dan profesi masing-masing yang dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka Perjuangan Non Fisik sesuai bidang tugas dan profesi masing-¬masing wawasan atau cara pandang bangsa Indonesia yaitu wawasan kebangsaan atau Wawasan Nasional yang diberi nama Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dari setiap aspek kehidupan bangsa untuk mencapai tujuan nasional. Sedang hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan Nusantara atau Nasional dengan pengertian cara Pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara dan demi kepentingan nasional.
Atas dasar pemikiran dari perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai semangat perjuangan yang dilaksanakan dengan perjuangan Fisik dan wawasan Nusantara yang merupakan pancaran nilai dari ideoiogi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga dalam mengisi kemerdekaan diperlukan Perjuangan Non Fisik sesuai bidang tugas dan profesi masing-masing dj dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cila dan tujuan nasional.
Dengan demikian anak-anak bangsa sebagai generasi penerus akan memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta tidak akan mengarah ke disintegrasi bangsa, karena hanya ada satu Indonesia yaitu NKRI adalah SATU INDONESIA SATU.
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.
a. Sejarah Perjuangan Bangsa.
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan dilanjutkan dengan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan era mengisi kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai semangat kebangsaan kejuangan yang senantiasa tumbuh dan berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya NKRi dalam wadah Nusantara.
b. Era Sebelum Penjajahan.
Sejak tahun 400 Masehi sampai dengan tahun 1617, kerajaan-kerajaan yang ada di Bumi Persada Nusantara adalah kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Kediri, Singasari, Majapahit, Samudera Pasai, Aceh, Demak, Mataram, Goa dan lain-Iainnya, merupakan kerajaan-kerajaan yang terbesar di seluruh Bumi Persada Nusantara. Nilai yang terkandung pada era sebelum penjajahan adalah rakyat yang patuh dan setia kepada rajanya membendung penjajah dan menjunjung tinggi kehormatan dan kedaulatan sebagai bangsa monarchi yang merdeka di bumi Nusantara.
c. Era Selama Penjajahan.
Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing mulai tahun 1511 sampai dengan 1945 yaitu bangsa Portugis, Belanda, inggris dan Jepang. Selama penjajahan peristiwa yang menonjol adalah tahun 1908 yang dikenal sebagai Gerakan Kebangkitan Nasional Pertama, yaitu lahirnya organisasi pergerakan Budi Utomo yang dipelopori oleh Dr. Sutomo Dan Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dan 20 tahun kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda sebagai titik awal dari kesadaran masyarakat untuk berbangsa Indonesia, dimana putra putri bangsa Indonesia berikrar : “BERBANGSA SATU, BERTANAH AIR SATU, DAN BERBAHASA SATU : INDONESIA”. Pernyataan ikrar ini mempunyai nilai tujuan yang sangat strategis di masa depan yaitu persatuan dan kesatuan Indonesia. Niiai yang terkandung selama penjajahan adalah Harga diri, solidaritas, persatuan dan kesatuan, serta jati diri bangsa.
d. Era Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan.
Dimulai dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1949; dimana pada tanggal 8 Maret 1948 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang me!alui Perjanjian Kalijati. Selama penjajahan Jepang pemuda ¬pemudi Indonesia dilatih dalam olah kemiliteran dengan tujuan untuk membantu Jepang memenangkan Perang Asia Timur Raya. Pelatihan tersebut melalui Seinendan, Heiho, Peta dan lain-lain, sehingga pemuda Indonesia sudah memiliki bekal kemiliteran. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu disebabkan dibom atomnya kota Hirosima dan Nagasaki. Kekalahan Jepang kepada Sekutu dan kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia digunakan dengan sebaik-baiknya oleh para pemuda Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Dengan semangat juang yang tidak kenal menyerah yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta keikhlasan berkorban telah terpatri dalam jiwa para pemuda dan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaannya, yang kemudian diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. Setelah merdeka bangsa Indonesia harus menghadapi Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia dengan melancarkan aksi militernya pada tahun 1948 (Aksi Militer Belanda Pertama) dan tahun 1948 (Aksi Militer Belanda Kedua), dan pemberontakan PKI Madiun yang didalangi oleh Muso dan Amir Syarifuddin pada tahun 1948. Era merebut dan mempertahankan kemerdekaan mengandung nilai juang yang paling kaya dan lengkap sebagai titik kulminasinya adalah pada perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Nilai-nilai kejuangan yang terkandung dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan ‘adalah sebagai berikut :
1. Nilai kejuangan relegius (iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
2. Nilai kejuangan rela dan ikhlas berkorban.
3. Nilai kejuangan tidak mengenal menyerah.
4. Nilai kejuangan harga diri.
5. Nilai kejuangan percaya diri.
6. Nilai kejuangan pantang mundur.
7. Nilai kejuangan patriotisme.
8. Nilai kejuangan heroisme.
9. Nilai kejuangan rasa senasib dan sepenanggungan.
10. Nilai kejuangan rasa setia kawan.
11. Nilai ke juangan nasionalisme dan cinta tahah air
12. Nilai kejuangan persatuan dan kesatuan.
e. Era Mengisi Kemerdekaan.
Pada awal mengisi kemerdekaan timbul berbagai masalah antara lain timbul pergantian kabinet sebanyak 27 kali dan terjadinya berbagai pemberontakan-pemberontakan’i seperti : DIITII, APRA, RMS, Andi Azis, Kahar Muzakar, PRRI/Permesta, dan lain-lain serta terjadinya berbagai penyimpangan dalam penyelenggaraan negara sehingga timbul Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali pada UUD 1945, penyimpangan y’ang sangat mendasar adalah mengubah pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila menjadi ideologi Komunis, yaitu dengan meletusnya peristiwa G30S/PKI. Peristiwa ini dapat segera ditumpas berkat perjuangan TNI pada waktu itu bersama-sama rakyat, maka lahir Orde Baru yaitu kembali kepada tatanan kehidupan yang baru dengan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara mumi dan konsekuen. Selama Orde Baru pembangunan berjalan lancar, tingkat kehidupan rakyat perkapita naik, namun penyelenggaraan negara dan rakyat bermental kurang baik sehingga timbul korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mengakibatkan krisis keuangan, krisis ekonomi dan krisis moneter serta akhimya terjadi krisis kepercayaan yang ditandai dengan turunnya Kepemimpinan Nasional, kondisi tersebut yang menjadi sumber pemicu terjadinya gejolak sosial. Kondisi demikian ditanggapi oleh mahasiswa dengan aksi-aksi dan tuntutan “Reformasi”, yang pada hakekatnya reformasi adalah perubahan yang teratur, terencana, terarah dan tidak merubah/menumbangkan suatu yang sifatnya mendasar Nilai yang terkandung pada era mengisi kemerdekaan adalah semangat dan tekad untuk mencerdaskan bangsa, mengentaskan kemiskinan dan memerangi keterbelakangan, kemandirian, penguasaan IPTEK serta daya saing yang tinggi berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 sehingga siap menghadapi abad ke-21 dalam era globalisasi.
Dari uraian tersebut diatas bahwa sejarah perjuangan bangsa memiliki peranan dalam memberikan kontribusi niJai-niiai kejuangan bangsa dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk tetap utuh dan tegaknya NKRI yaitu SATU INDONESIA SATU.
Proses Bangsa Yang Menegara.
Proses bangsa menegara adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang ada di dalamnya merasakan sebagai bagian dari bangsa dan terbentuknya negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa serta dirasakan kepentingannya oleh bangsa itu, sehingga tumbuh kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya Bela Negara. Dalam rangka upaya Bela Negara agar dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya sebagai dorongan/motivasi adanya keinginan untuk sadar Bela Negara sebagai berikut : Bangsa Yang Berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya “Tuhan” disebut Agama; Bangsa Yang Mau Berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan lingkungan, berhubungan sesamanya dan alam sekitarnya disebut Sosial; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Kekuasaan, disebut Politik; Bangsa Yang Mau Hidup Aman Tenteram dan Sejahtera, berhubungan dengan rasa kepedulian dan ketenangan serta kenyamanan hidup dalam negara disebut Pertahanan dan Keamanan.
Pada zaman modern adanya negara lazim_ya dibenarkan oJeh anggapan-anggapan atau pandangan kemanusiaan. Demikian pula halnya menurut bangsa Indonesia, sebagaimana dirumuskan di dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945, adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan, yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan harus dihapuskan. Apabila “dalil” inj kita analisis secara teoritis, maka hidup berkelompok “baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesama manusia (penjajahan) harus berperikemanusiaan dan harus berperikeadilan. Inilah teori pembenaran paling mendasar dari pada bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang kedua yang memerlukan suatu analisa ialah bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, mengapa dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang kadang-kadang dapat saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang negara yang dilandasi oleh pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya, sehingga perlu kita pahami filosofi ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya dengan ideologinya. Namun di dalam penerapannya pada zaman modern, teori yang universal ini didalam kenyataannya tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak bangsa yang menuntut wilayah yang sama, demikian pula halnya banyak pemerintahan yang menuntut bangsa yang sama. Orang kemudian beranggapan bahwa pengakuan dari bangsa lain, memerlukan mekanisme yang memungkinkan hal tersebut adalah lazim disebut proklamasi kemerdekaan suatu negara.
Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi pula perdebatan di dalam PPKI, baik didalam membahas wilayah negara maupun di dalam merumuskan Pembukaan UUD 1945 yang sebenarnya direncanakan sebagai naskah Proklamasi. Oleh karena itu merupakan suatu kenyataan pula bahwa tidak satupun warga negara Indonesia yang tidak menganggap bahwa terjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada waktu Proklamasi 17 Agustus 1945, sekalipun ada pihak-pihak terutama luar negeri yang beranggapan berbeda dengan dalih teori yang universal....
Minggu, 14 Maret 2010
CONTOH KASUS KAWASAN NASIONAL
berita hankam: TNI Pantau Pengejaran Kelompok Bersenjata di Aceh
5 March 2010, 9:43 am
Pasca kontak tembak dengan kelompok teroris yang melukai 10 anggota brimob dan seorang warga sipil tewas, pasukan brimob kembali mengepung kawasan hutan lembah Seulawah tempat persembunyian kelompok tersebut. ... Menurut dia, hingga kini, Polri belum meminta bantuan TNI dan berharap agar kasus ini dapat selesai secara cepat. Polri telah menahan 14 tersangka kasus latihan militer di hutan Jantho, Aceh Besar sedangkan satu tersangka tewas saat upaya penangkapan. ...
Source: http://beritahankam.blogspot.com/2010/03/tni-pantau-pengejaran-kelompok.html
Serikat Petani Indonesia » Aksi SPI Kabupaten Asahan menuntut ...
5 March 2010, 5:50 am
Menurut Nainggolan penangkapan ini sudah sesuai dengan prosedur hukum, “Keempat petani tersebut memasuki kawasan hutan dan kasus ini akan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum”, ungkapnya. Penjelasan yang diberikan Polhut Dishutbun ini ...
Source: http://www.spi.or.id/?p=1961
The Ugly Truth: Manusia Punya Kerja
28 February 2010, 4:12 pm
Pasca 1998 kerusakan hutan di Kalbar tetap terjadi. Salah satu penyebabnya adalah masih berlangsungnya pembalakan liar (illegal loging). Berdasarkan laporan resmi Polda Kalimantan Barat pada tahun 2004, terdapat 181 kasus illegal ...
Source: http://black-gnr.blogspot.com/2010/02/ugly-truth-manusia-punya-kerja.html
DPR: Kasus JBG Seharusnya Ditangani Pemerintah Pusat | Harian ...
24 February 2010, 10:59 am
Banjarmasin ( Berita ) : Kasus PT Jorong Barutama Graston (JBG) yang melakukan penambangan batu bara di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel) seharusnya ditangani Pemerintah Pusat yang telah mengeluarkan izin pertambangan berupa ... Rabu [24/02] mengatakan, perusahaan tersebut mengantongi izin pertambangan berupa PKP2B yang dikeluarkan Pemerintah Pusat sehingga kasus pelanggaran atas izin pertambangan di kawasan hutan juga harus ditangani Pemerintah Pusat. ...
Source: http://beritasore.com/2010/02/24/dpr-kasus-jbg-seharusnya-ditangani-pemerintah-pusat/
Kejahatan Lingkungan dan Kasusnya di Tanah Air[1] « Harlimuin's Blog
16 October 2009, 5:27 am
Mengangkut hasil hutan tanpa dokumen yang sah; 9) Membawa peralatan berat ke kawasan hutan tanpa memiliki. Kasus-kasus kejahatan Lingkungan di Tanah Air. Dua kasus Perusahaan-perusahaan melakukan pengrusakan lingkungan di Indonesia yang ...
Source: http://harlimuin.wordpress.com/2009/10/16/kejahatan-lingkungan-dan-kasusnya-di-tanah-air1/
farisyalwan blog: KONDISI HUTAN NTB
27 December 2008, 5:30 am
Rizal Yanuarsa dari Litbang Insitut Pertanian Bogor (IPB) memberikan contoh kasus tingginya laju degradasi pada kawasan hutan Empang Kampaja Kecamatan Empang Sumbawa. Register Tanah Kehutanan (RTK) Empang Kampaja sejak tahun 1999 ...
Source: http://farisyalwan.blogspot.com/2008/12/kondisi-hutan-ntb.html
Raja Saor Blog: Analisa Kasus Mandalawangi
2 December 2008, 10:56 am
Bahwa berdasarkan gugatan halaman 4 angka 9 tentang Penjelasan Sumpena, Perum Perhutani tidak pernah menyewakan tanah kawasan hutan kepada penduduk dengan alasan maupun tujuan apapun. Juga menurut Perum Perhutani tidak benar yang ...
Source: http://raja1987.blogspot.com/2008/12/analisa-kasus-mandalawangi.html
Pertemuan petani kawasan hutan register 1,2 dan 18 « Sintanauli
3 July 2008, 2:13 am
Determinan HTR – Register sebenarnya adalah pendaftaran atas tanah –tanah yg telah didata – SK Menhut 2005 – Memasuki kawasan hutan tanpa izin dikenakan pidana 10 thn – Fungsi Hutan – Kolusi, Hutan Lindung dan Konservasi Kepentingan Hutan yang paling besar ... Dengan mengajak masyarakat mengangkat kasus tanah dan melihat akan fakta adanya upaya & tanggungjawab BPN untuk menyelesaikannya. Mengenai Sertifikat, yakinlah masyarakat bahwa BPN akan berpihak kepada yang benar. ...
Source: http://sintanauli.wordpress.com/2008/07/03/pertemuan-petani-kawasan-hutan-register-12-dan-18/
Kualitas Air Sebagai Indikator Pengelolaan DAS on Ali Masduqi ...
4 November 2007, 4:37 pm
Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur. Kasus ini telah terjadi di Jember dan Trenggalek. Pada musim kemarau cadangan air tanah tidak mencukupi, sehingga kemungkinan besar akan terjadi kekurangan air ... Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain, ...
Source: http://blog.its.ac.id/masduqi/2007/11/04/kualitas-air-sebagai-indikator-pengelolaan-daerah-pengaliran-sungai/
|Jika Sang Imam Menjadi Perambah Hutan| « Hutan dan Lingkungan Aceh
23 March 2007, 8:15 am
Opini ini sengaja ditiupkan oleh pihak-pihak yang mendukung sang imam, dan celakanya pihak yang kalah dalam pertarungan politik pilkada lalu juga memainkan momentum ini untuk menelikung sang imam, sehingga kasus perambahan hutan oleh ... hilang di tanah rencong ini, kasus Marzuky Desky-anak bupati Aceh Tenggara yang telah melakukan praktek illegal di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), diluar dugaan kasus ini divonis bebas oleh hakim pengadilan negeri Kutacane, ...
Source: http://dewagumay.wordpress.com/2007/03/24/jika-sang-imam-menjadi-perambah-hutan/
5 March 2010, 9:43 am
Pasca kontak tembak dengan kelompok teroris yang melukai 10 anggota brimob dan seorang warga sipil tewas, pasukan brimob kembali mengepung kawasan hutan lembah Seulawah tempat persembunyian kelompok tersebut. ... Menurut dia, hingga kini, Polri belum meminta bantuan TNI dan berharap agar kasus ini dapat selesai secara cepat. Polri telah menahan 14 tersangka kasus latihan militer di hutan Jantho, Aceh Besar sedangkan satu tersangka tewas saat upaya penangkapan. ...
Source: http://beritahankam.blogspot.com/2010/03/tni-pantau-pengejaran-kelompok.html
Serikat Petani Indonesia » Aksi SPI Kabupaten Asahan menuntut ...
5 March 2010, 5:50 am
Menurut Nainggolan penangkapan ini sudah sesuai dengan prosedur hukum, “Keempat petani tersebut memasuki kawasan hutan dan kasus ini akan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum”, ungkapnya. Penjelasan yang diberikan Polhut Dishutbun ini ...
Source: http://www.spi.or.id/?p=1961
The Ugly Truth: Manusia Punya Kerja
28 February 2010, 4:12 pm
Pasca 1998 kerusakan hutan di Kalbar tetap terjadi. Salah satu penyebabnya adalah masih berlangsungnya pembalakan liar (illegal loging). Berdasarkan laporan resmi Polda Kalimantan Barat pada tahun 2004, terdapat 181 kasus illegal ...
Source: http://black-gnr.blogspot.com/2010/02/ugly-truth-manusia-punya-kerja.html
DPR: Kasus JBG Seharusnya Ditangani Pemerintah Pusat | Harian ...
24 February 2010, 10:59 am
Banjarmasin ( Berita ) : Kasus PT Jorong Barutama Graston (JBG) yang melakukan penambangan batu bara di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel) seharusnya ditangani Pemerintah Pusat yang telah mengeluarkan izin pertambangan berupa ... Rabu [24/02] mengatakan, perusahaan tersebut mengantongi izin pertambangan berupa PKP2B yang dikeluarkan Pemerintah Pusat sehingga kasus pelanggaran atas izin pertambangan di kawasan hutan juga harus ditangani Pemerintah Pusat. ...
Source: http://beritasore.com/2010/02/24/dpr-kasus-jbg-seharusnya-ditangani-pemerintah-pusat/
Kejahatan Lingkungan dan Kasusnya di Tanah Air[1] « Harlimuin's Blog
16 October 2009, 5:27 am
Mengangkut hasil hutan tanpa dokumen yang sah; 9) Membawa peralatan berat ke kawasan hutan tanpa memiliki. Kasus-kasus kejahatan Lingkungan di Tanah Air. Dua kasus Perusahaan-perusahaan melakukan pengrusakan lingkungan di Indonesia yang ...
Source: http://harlimuin.wordpress.com/2009/10/16/kejahatan-lingkungan-dan-kasusnya-di-tanah-air1/
farisyalwan blog: KONDISI HUTAN NTB
27 December 2008, 5:30 am
Rizal Yanuarsa dari Litbang Insitut Pertanian Bogor (IPB) memberikan contoh kasus tingginya laju degradasi pada kawasan hutan Empang Kampaja Kecamatan Empang Sumbawa. Register Tanah Kehutanan (RTK) Empang Kampaja sejak tahun 1999 ...
Source: http://farisyalwan.blogspot.com/2008/12/kondisi-hutan-ntb.html
Raja Saor Blog: Analisa Kasus Mandalawangi
2 December 2008, 10:56 am
Bahwa berdasarkan gugatan halaman 4 angka 9 tentang Penjelasan Sumpena, Perum Perhutani tidak pernah menyewakan tanah kawasan hutan kepada penduduk dengan alasan maupun tujuan apapun. Juga menurut Perum Perhutani tidak benar yang ...
Source: http://raja1987.blogspot.com/2008/12/analisa-kasus-mandalawangi.html
Pertemuan petani kawasan hutan register 1,2 dan 18 « Sintanauli
3 July 2008, 2:13 am
Determinan HTR – Register sebenarnya adalah pendaftaran atas tanah –tanah yg telah didata – SK Menhut 2005 – Memasuki kawasan hutan tanpa izin dikenakan pidana 10 thn – Fungsi Hutan – Kolusi, Hutan Lindung dan Konservasi Kepentingan Hutan yang paling besar ... Dengan mengajak masyarakat mengangkat kasus tanah dan melihat akan fakta adanya upaya & tanggungjawab BPN untuk menyelesaikannya. Mengenai Sertifikat, yakinlah masyarakat bahwa BPN akan berpihak kepada yang benar. ...
Source: http://sintanauli.wordpress.com/2008/07/03/pertemuan-petani-kawasan-hutan-register-12-dan-18/
Kualitas Air Sebagai Indikator Pengelolaan DAS on Ali Masduqi ...
4 November 2007, 4:37 pm
Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur. Kasus ini telah terjadi di Jember dan Trenggalek. Pada musim kemarau cadangan air tanah tidak mencukupi, sehingga kemungkinan besar akan terjadi kekurangan air ... Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain, ...
Source: http://blog.its.ac.id/masduqi/2007/11/04/kualitas-air-sebagai-indikator-pengelolaan-daerah-pengaliran-sungai/
|Jika Sang Imam Menjadi Perambah Hutan| « Hutan dan Lingkungan Aceh
23 March 2007, 8:15 am
Opini ini sengaja ditiupkan oleh pihak-pihak yang mendukung sang imam, dan celakanya pihak yang kalah dalam pertarungan politik pilkada lalu juga memainkan momentum ini untuk menelikung sang imam, sehingga kasus perambahan hutan oleh ... hilang di tanah rencong ini, kasus Marzuky Desky-anak bupati Aceh Tenggara yang telah melakukan praktek illegal di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), diluar dugaan kasus ini divonis bebas oleh hakim pengadilan negeri Kutacane, ...
Source: http://dewagumay.wordpress.com/2007/03/24/jika-sang-imam-menjadi-perambah-hutan/
WAWASAN NASIONAL BANGSA INDONESIA
Latar belakang dan proses terbentuknya wawasan nusantara setiap bangsa
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh, Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: "Britain rules the waves". Ini berarti tanah Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Tetapi cukup banyak juga negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis, Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara yang disingkat Wanus. Wanus ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah (contour atau organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
* Satu kesatuan wilayah
* Satu kesatuan bangsa
* Satu kesatuan budaya
* Satu kesatuan ekonomi
* Satu kesatuan hankam.
Jelaslah disini bahwa Wanus adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan Wanus akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat, dalam "koridor" Wanus.
Konsep geopolitik dan geostrategi
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang duapertiga wilayahnya adalah laut membentang ke utara dengan pusatnya di pulau Jawa membentuk gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman.
Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia
Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan dan mempersatukan pulau-pulau yang tersebar di seantero khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah ditegaskan dalam GBHN dengan Tap. MPR No.IV tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan akhir perkembangan konsepsi negara kepulauan yang telah diperjuangkan sejak Dekrarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957.
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh, Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: "Britain rules the waves". Ini berarti tanah Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Tetapi cukup banyak juga negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis, Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara yang disingkat Wanus. Wanus ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah (contour atau organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
* Satu kesatuan wilayah
* Satu kesatuan bangsa
* Satu kesatuan budaya
* Satu kesatuan ekonomi
* Satu kesatuan hankam.
Jelaslah disini bahwa Wanus adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan Wanus akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat, dalam "koridor" Wanus.
Konsep geopolitik dan geostrategi
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang duapertiga wilayahnya adalah laut membentang ke utara dengan pusatnya di pulau Jawa membentuk gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman.
Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia
Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan dan mempersatukan pulau-pulau yang tersebar di seantero khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah ditegaskan dalam GBHN dengan Tap. MPR No.IV tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan akhir perkembangan konsepsi negara kepulauan yang telah diperjuangkan sejak Dekrarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957.
YANG DIDAPAT DARI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 9 ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Karena itu, tidaklah heran kalau kita sudah tidak asing lagi dengan pelajaran kewarganegaraan yang sudah dikenalkan mulai kita duduk di bangku SD sampai perguruan tinggi. Dulu di saat masih sekolah, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dijadikan sebagai satu mata pelajaran yang lebih dikenal dengan PPKn ( Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ). Berbeda halnya dalam bangku kuliah yang keduanya lebih dibahas secara mendalam dan dijadikan dua mata kuliah yang berbeda. Namun tentunya antara satu dan yang lainnya tetap berhubungan erat.
Jika kita menilik sejarah ke belakang, ternyata pendidikan kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno. Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata menyimpang dari impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan , apa ada yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan kita? Apakah pendidikan kewarganegaraan menjadi hanya sekedar formalitas belaka yang tidak memiliki nilai apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu rendah?
Untuk itu mari kita tinjau apa isi dan manfaat dari pelajaran kewarganegaraan. Sebenarnya banyak hal yang didapatkan dari pelajaran kewarganegaraan. Yang pertama adalah kita menjadi tahu hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari. Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat memotivasi kita untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya yaitu setelah mengerti peran dan keadaan negara , kita seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Selain itu dengan mempelajari pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya. Entah kita sadari atau tidak, dasar negara kita Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadikan kita pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Manfaat selanjutnya adalah suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu diharapkan kita memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam usaha bela negara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ataupun mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka. Itu semua sedikit manfaat yang didapatkan setelah mempelajari pendidikan kewarganegaraan. Tentunya masih banyak lagi manfaat lain yang didapatkan. Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penaindaklanjutan. Dalam hal ini yang ingin saya tekankan adalah perlu adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu, khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan itu sendiri.
Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu, buta….Ilmu tanpa amal, pincang…” Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita berjalan tanpa tahu arah. Dengan menghubungkannya dengan topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa pendidikan kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan kita. Begitu banyak orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.
Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia. Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja tanpa pengamalan. Dalam pembelajaran kewarganegaraan kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi mengapa dalam praktiknya nol??Karena banyak warga negara yang hanya menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD kita sudah diajarkan apa yang harus kita lakukan untuk menjawab soal – soal kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, saya percaya bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan sejak dulu.
Jika kita menilik sejarah ke belakang, ternyata pendidikan kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno. Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata menyimpang dari impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan , apa ada yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan kita? Apakah pendidikan kewarganegaraan menjadi hanya sekedar formalitas belaka yang tidak memiliki nilai apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu rendah?
Untuk itu mari kita tinjau apa isi dan manfaat dari pelajaran kewarganegaraan. Sebenarnya banyak hal yang didapatkan dari pelajaran kewarganegaraan. Yang pertama adalah kita menjadi tahu hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari. Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat memotivasi kita untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya yaitu setelah mengerti peran dan keadaan negara , kita seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Selain itu dengan mempelajari pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya. Entah kita sadari atau tidak, dasar negara kita Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadikan kita pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Manfaat selanjutnya adalah suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu diharapkan kita memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam usaha bela negara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ataupun mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka. Itu semua sedikit manfaat yang didapatkan setelah mempelajari pendidikan kewarganegaraan. Tentunya masih banyak lagi manfaat lain yang didapatkan. Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penaindaklanjutan. Dalam hal ini yang ingin saya tekankan adalah perlu adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu, khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan itu sendiri.
Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu, buta….Ilmu tanpa amal, pincang…” Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita berjalan tanpa tahu arah. Dengan menghubungkannya dengan topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa pendidikan kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan kita. Begitu banyak orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.
Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia. Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja tanpa pengamalan. Dalam pembelajaran kewarganegaraan kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi mengapa dalam praktiknya nol??Karena banyak warga negara yang hanya menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD kita sudah diajarkan apa yang harus kita lakukan untuk menjawab soal – soal kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, saya percaya bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan sejak dulu.
DIBALIK BANK CENTURY
Sadar atau tidak.Suka atau tidak. Kasus Bank Century (BC) telah menguras banyak energi,waktu dan pikiran kita.Oya, biaya jga pastinya ga sedikit.Dan sepertinya belum ada tanda2 akan berakhir mskpun rapat paripurna DPR sudah menyimpulkan hasilnya.Bagi saya berita yang kita dapat dari tv belum berimbang,akibatnya terbentuk opini publik yang kuat bahwa Boediono dan SMI sbagai orang yg bertanggung jawab dalam kasus ini dan harus dilengserkan.Mungkin ada benarnya tapi nanti dulu.Saat mendengar suatu berita,adalah suatu yg bijak jika kita menilainya dari dua sisi yang berlawanan.Disini saya bukan dalam posisi mendukung atau menolak hasil pansus karena bagi saya unsur politiknya juga kuat. Kenapa banyak orang demo? Sedalam apakah mereka memahami kasus ini?Apa cukup hanya mendengar pernyataan anggota2 Pansus dari tv.Iya mereka mahasiswa. Mereka kaum intelek dan terpelajar. Tapi pernahkah mereka mencoba membaca sumber2 lain. Mengapa harus rusuh,maen lempar dsb.? Pernahkah Anda berfikir kira2 ada ga motif dibalik semua ini?Saya tidak mengatakan ada.Tapi biar Anda sendiri yang menilainya. Oke sebagai rujukan saya ingin perkenalkan situs dan berharap Anda berkenan membacanyaperspektif.net.Saya dukung anggota Pansus yang murni berjuang untuk rasa keadilan rakyat. Semoga. Tapi yg terpenting menurut saya hukuman untuk koruptor jangan cuma 4 ato 5 tahun.Yakin deh ga bakalan kapok.Kalaupun ga sanggup pake hukuman mati minimal dipenjara min 30 tahun biar mikir 1000x mau korupsi.
IDENTITAS NASIONAL
Diskursus kebudayaan beberapa tahun terakhir dimeriahkan oleh tajuk bahasan yang ganti berganti dipergumulkan. Semula muncul posmo, tetapi karena content yang tak jelas reaksi pasar pun lemah belaka, meski buying power konsumen tak dapat dikatakan lemah, maka posmo segera dipindahkan dari etalage toko. Kemudian dipasarkan multikulturisme dan cultural studios, lagi-lagi pasar tak bereaksi. Saya memprakira, pemasaran produk eks impor itu dengan niat pencarian identitas Nasional. Tetapi tampaknya produk siap pakai itu tidaklah cocok dengan keperluan domestik, karenanya reaksi pasar pun bagitu lemahnya.
Dalam pengalaman Pancasila, sales yang kuat sekali pun tidak menjamin kontinuitas pasar. Apalagi sales amatiran. Yang bekerja tanpa survai pasar sehingga tidak memahami apa sesungguhnya hajat keperluan orang ramai. Akhirnya bertindak seperti tukang klontong, seminggu berjualan kompor, minggu berikutnya sudah berjualan pengki.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah perlukah mencari (memformulasi) identitas Nasional itu. Jawabnya adalah tidak perlu lagi.
Masyarakat kebudayaan Indonesia dipersatukan oleh bahasa Melayu sejak berabad lampau, bukan oleh yang lain. Sementara di bidang kebudayaan, masyarakat Indonesia tetap setia kepada kebudayaan etnik masing-masing yang membentuk identitas mereka. Persatuan Indonesia bersifat politik, sajak Van Hertz sampai Proklamasi Kemerdekaan. Kita sendiri yang mengatakan bahwa ekspresi seseorang itu adalah ekspresi suku bangsa A, atau B, tetapi masyarkat luar Indonesia mengatakannya sebagai ekspresi orang Indonesia. Indonesia sebagai satuan budaya tidak perlu diwujudkan, atau paling sedikit kemubaziran kalau pun tidak kejadian suatu keributan phisik. KeIndonesiaan kita lebih kepada persoalan kewarganegaraan daripada persoalan kebudayaan. Dalam bidang kebudayaan tetaplah bhinneka, tidak perlu di”tunggal ika”kan. Kalau pun kelak ia menjadi “tunggal ika” biarlah oleh suatu proses yang wajar, mungkin menelan masa ribuan tahun. Tapi tolonglah dikaji pengalaman bangsa Iraq di bidang ini, bangsa Iraq (Babel) setelah proses musta ‘ribah (peng Araban) lewat jalan bahasa ribuan tahun, tidak pernah kehilangan identitas Babylonia-nya. Iraq masa lampau adalah Babyilon, dan jejak masa lampau itu masih dapat diidentifikasi sekarang.
Ringkasnya, tidak mudah main tunggal ika-tunggal ikaan dalam kebudayaan. Biarlah semboyan “Bhinneka tunggal ika” terjepit kaki burung garuda dalam lambang negara Garuda Pancasila ciptaan Sultan Hamid II. Dari segi estetika, lambang itu cukup indah cipandang mata.
Dalam pengalaman Pancasila, sales yang kuat sekali pun tidak menjamin kontinuitas pasar. Apalagi sales amatiran. Yang bekerja tanpa survai pasar sehingga tidak memahami apa sesungguhnya hajat keperluan orang ramai. Akhirnya bertindak seperti tukang klontong, seminggu berjualan kompor, minggu berikutnya sudah berjualan pengki.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah perlukah mencari (memformulasi) identitas Nasional itu. Jawabnya adalah tidak perlu lagi.
Masyarakat kebudayaan Indonesia dipersatukan oleh bahasa Melayu sejak berabad lampau, bukan oleh yang lain. Sementara di bidang kebudayaan, masyarakat Indonesia tetap setia kepada kebudayaan etnik masing-masing yang membentuk identitas mereka. Persatuan Indonesia bersifat politik, sajak Van Hertz sampai Proklamasi Kemerdekaan. Kita sendiri yang mengatakan bahwa ekspresi seseorang itu adalah ekspresi suku bangsa A, atau B, tetapi masyarkat luar Indonesia mengatakannya sebagai ekspresi orang Indonesia. Indonesia sebagai satuan budaya tidak perlu diwujudkan, atau paling sedikit kemubaziran kalau pun tidak kejadian suatu keributan phisik. KeIndonesiaan kita lebih kepada persoalan kewarganegaraan daripada persoalan kebudayaan. Dalam bidang kebudayaan tetaplah bhinneka, tidak perlu di”tunggal ika”kan. Kalau pun kelak ia menjadi “tunggal ika” biarlah oleh suatu proses yang wajar, mungkin menelan masa ribuan tahun. Tapi tolonglah dikaji pengalaman bangsa Iraq di bidang ini, bangsa Iraq (Babel) setelah proses musta ‘ribah (peng Araban) lewat jalan bahasa ribuan tahun, tidak pernah kehilangan identitas Babylonia-nya. Iraq masa lampau adalah Babyilon, dan jejak masa lampau itu masih dapat diidentifikasi sekarang.
Ringkasnya, tidak mudah main tunggal ika-tunggal ikaan dalam kebudayaan. Biarlah semboyan “Bhinneka tunggal ika” terjepit kaki burung garuda dalam lambang negara Garuda Pancasila ciptaan Sultan Hamid II. Dari segi estetika, lambang itu cukup indah cipandang mata.
Langganan:
Postingan (Atom)