Selasa, 29 Maret 2011

PENGERTIAN ELEMEN KEUANGAN

Pengertian dan Elemen Laporan keuangan


Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.

Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan :
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal
informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”

Dari pengertian diatas laporan keuangan dibuat sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepada manajemen.
Penyusunan laporan keuangan disiapkan mulai dari berbagai sumber data, terdiri dari faktur-faktur, bon-bon, nota kredit, salinan faktur penjualan, laporan bank dan sebagainya. Data yang asli bukan saja digunakan untuk mengisi buku perkiraan, tetapi dapat juga dipakai untuk membuktikan keabsahan transaksi.
Laporan keuangan terdiri dari:

- Neraca, menginformasikan posisi keuangan pada saat tertentu, yang tercermin pada jumlah harta yang dimiliki, jumlah kewajiban, dan modal perusahaan.
- Perhitungan laba rugi, menginformasikan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu.
- Laporan arus kas, menginformasikan perubahan dalam posisi keuangan sebagai akibat dari kegiatan usaha, pembelanjaan, dan investasi selama periode yang bersangkutan.
- Catatan atas laporan keuangan, menginformasikan kebijaksanaan akuntansi yang mempengaruhi posisi keuangan dari hasil keuangan perusahaan.


Dan adapun Element dari laporan keuangan yaitu :


Sumber :
** http://dahlanforum.wordpress.com/2008/04/21/pengertian-laporan-keuangan/
** http://www.slideshare.net/iyandri/bab02-laporan-keuangan

definisi elemen dan contoh laporan laba/rugi

Definisi,Elemen dan contoh Laporan Rugi/Laba
Laporan Rugi/Laba adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.

Elemen-elemen laporan laporan rugi/laba biasanya terdiri dari:
• Pendapatan dari penjualan
o Dikurangi Beban pokok penjualan
• Laba/rugi kotor
o Dikurangi Beban usaha
• Laba/rugi usaha
o Ditambah atau dikurangi Penghaslan/beban lain
• Laba/rugi sebelum pajak
o Dikurangi Beban pajak
• Laba/rugi bersih
Berikut saya berikan contoh dari laporan Rugi/laba :

Sumber ;
* http://id.wikipedia.org/wiki/Laporan_laba/rugi
Diposkan oleh Bachtiar di Kamis, Maret 10, 2011 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Reaksi:
Definisi,Elemen dan contoh Neraca
Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan posisis keuangan perusahaan dalam suatu tanggal tertentu atau a moment of time, atau sering juga disebut per tanggal tertentu misalnya per tanggal 31 Desember 2009. Posisi yang digambarkan adalah posisi harta, utang dan modal.

Elemen Neraca
Harta :
Menurut APB Statement (1970, halaman 132) mendefinisikan asset sebagai berikut :
“kekayaan ekonomi perusahaan, termasuk didalamnya pebebanan yang ditunda, yang dinilai dan diakui sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku”.
Menurut FASB (1985) memberikan definisi sebagai berikut :
“asset adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai dimasa yang akan dating oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang sudah berlalu”.

Pengakuan dan Penilaian Aktiva :
Prinsip yang berlaku sekarang dalam pengakuan dan penilaian aktiva sesuai dengan yang digariskan APB adalah sebagai berikut.
“Pencatatan aktiva berdasarkan pada kejadian kapan perusahaan mendapatkan kekayaan atau aktiva itu dari pihak lain sedangkan kewajiban kapan muncul kepada pihak lain. Penilaian keduanya didasarkan pada nilai tukar, nilai pengorbananpada pengalihan terjadi. Nilai ini disebut acquisition cost”.
Dalam hal pengorbanan yang diberikan adalah aktiva bukan uang (nonmoneter), nilai yang dipakai adalah harga pasar barang yang diserahkan. Disamping nilai pertukaran ini atau historical cost, dalam prinsip akuntansi dikenal juga bebagai nilai yang sering dipakai dalam penilaian aktiva. Nilai ini adalah :
1. Book value adalah nilai buku yang diperoleh dari harga perolehan aktiva dikurangi dengan akumulasi
penyusutan.
2. Replacement cost adalah nilai barang yang dimaksudkan jika diganti dengan barang lain yang sama.
3. Selling price adalah harga jual.
4. Net realizable value adalah harga jual dikurangi dengan biaya penjualan atau dikurangi dengan tingkat
margin yang normal.

Nilai tersebut diatas sering dianggaptidak konsisten dengan konsep teori pengukuran yang murni. Beberapa metode penilaian asset yang digambarkan oleh Wolk, dkk sebagai berikut :

Piutang : Taksiran nilai net realizable value

Investasi : Cost, lower of cost or market (LOCOM) atau market (tergantung jenis investasi), metode
equity.

Persediaan barang dagang : Cost, replacement cost, net realizable value atau net realizable value dikurangi mark up normal.

Aktiva tetap : Full absorption costing untuk perusahaan dan kapitalisasi bunga untuk yang bukan perusahaan

Pertukaran aktiva non sejenis : Cost, alokasi cost dan nilai buku.Nilai buku asset lama ditambah
dengan kas yang sejenis diberikan.

Aktiva tak berwujud : Nilai buku

Pembebanan ditunda : Nilai buku

Kewajiban / Hutang (Liabilities)
Menurut FASB kewajiban adalah kemungkinan pengorbanan kekayaan ekonomis dimasa yang akan datang yang timbul akibat kewajiban perusahaan sekarang untuk masa yang akan datang sebagai akibat dari suatu transaksi atau kejadian ekonomi yang sudah terjadi.
Beberapa istilah dalam kewajiban :
1. Contractual liabilities adalah kewajiabn yang didukung oleh perjanjian tertulis.

2. Constructive obligation adalah kewajiban yang tidak dinyatakan secara tertulis, misalnya pembayaran cuti atau bonus tertentu.

3. Equitable obligation adalah kewajiban yang tidak dikuatkan kontrak atau hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran atau keadilan.

4. Contigent liabilities adalah suatu situasi atau keadaan yang menggambarkan ketidakpastian apakah mungkin menimbulkan keuntungan atau kerugian kepada perusahaan, dimana hanya dapat dipastikan apabila suatu kejadian atau beberapa kejadian dimasa yang akan datang terjadi atau tidak.

5. Deffered credit adalah sejenis kewajiban tetapi bukan dalam pengertian memberikan pengorbanan dimasa yang akan datang. Deffered credit ada dua jenis :

a. Prepaid revenue adalah penerimaan dimuka yang belum sepenuhnya diimbangi dengan pemberian jasa atau produk yang dibayar.
b. Deffered revenue akibat pengakuan pendapatan, misalnya adalah investment tax credit dan laba rugi dari transaksi leaseback.

6. Executory contract adalah perjanjian yang belum dilaksanakan, tetapi kita sudah terikat dengan perjanjian baik untuk memenuhi kewajiban dimasa yang akan datang maupun yang akan menerima kekayaan atau jasa dimasa yang akan datang. Misalnya adalah kontrak pembelian dimasa yang akan datang dimana perusahaan harus menyediakan barang dimasa yang akan datang – kontrak pekerjaan dalam pegawai dimana perusahaan harus membayar gaji dimasa yang akan datang.


Pengakuan dan Penilaian Kewajiban
Menurut APB Statement No.4 serta SFAC No. 5 kewajiban dinilai sebesar kejadian dalam transaksi, biasanya jumlah yang akan dibayarkan di masa yang akan datang biasanya didiskontokan (dinilai berdasarkan Present Value – untuk yang jangka panjang), sejumlah nilai pertukaran atau sejumlah nilai nominal.

Modal
Modal adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga (entitiy) setelah dikurangi kewajibannya.
Perusahaan perseroan perlu membedakan antara modal setor dengan modal karena pendapatan (retained earning). Deviden hanya dibayarkan dari laba yang ditahan bukan dari laba yang disetor.
Modal setor (contributed capital) dapat dibagi menjadi :
1. Modal statuter (legal capital)
2. Modal lainya

Modal statuter adalah jumlah batas kewajiban pemilik. Modal ini dinilai berdasarkan harga pari atau harga nominal. Dalam modal ini terdapat modal lain seperti agio saham, modal donasi, modal dari pengeluaran kembali treasury stock, stock option dan sebagainya.

Didalam pos modal terdapat akun lain seperti laba ditahan dan cadangan. Laba ditahan terdiri dari laba tahunan, penyesuaian atau koreksi tahun sebelumnya dan besaran deviden. Komponen dari modal saham ini adalah laba rugi yang belum direalisasi. Sedangkan cadangan adalah sesuatu yang disimpan untuk maksud dan tujuan tertentu.
Pengakuan dan Penilaian Modal

Penilaian terhadap transaksi modal ini sama dengan penilaian pada harta dan kewajiban yaitu berdasarkan harga pasar pada saat terjadinya transaksi.dalam hal pencatatan modal saham harus dipisahkan nilai parinya dengan nilai jualnya. Laba ditahan dicacat sebagai akumulasi laba dari tahun-tahun sebelumnya.

Bentuk Neraca
Neraca biasanya diurutkan berdasarkan akun atau perkiraan yang likuiditasnya paling tinggi. Biasanya perkiraan yang paling lancar dan paling dekat dengan konversi ke kas dicacat paling atas. Kewajiban yang paling cepat harus dibayar dicacat paling atas dan modal yang harus ditunaikan terlebih dahulu harus ditempatkan dipaling atas.
Dalam menyajikan neraca dapat dibagi dalam tiga bentuk berikut ini :
1. Staffel atau report form
Dalam bentuk ini neraca dilaporkan dalam satu halaman vertical. Disebelah atas aktiva dan dibawahnya passive.
2. Skontro atau T-Account Form
Aktiva disajikan disebelah kiri (kecuali di Inggis disajikan di kanan) dan kewajibannya disebelah kanannya.
3. Bentuk yang menyajikan posisis keuangan (Financian Position Form)
Dalam bentuk ini neraca dilaporkan dengan format, pertama-tama dicantumkan aktiva lancar dikirangi dengan hutang lancar sehingga menghasilkan modal kerja ditambah dengan aktiva tetap dan aktiva lainnya kemudian dikurangi hutang jangka panjang, maka diperoleh modal pemilik.

Penyajian Neraca Menurut Standar Akuntansi
Laporan keuangan harus disusun secara sistematik agar pengguna laporan keuangan tersebut dapat mengerti maksud dan isi dari laporan keuangan tersebut. Komponen-komponen neraca sebagai berikut :
AKTIVA :
Aktiva lancar
Investasi
Aktiva tetap
Aktiva tidak berwujud
Aktiva lain-lain

KEWAJIBAN :
Kewajiban lancar
Kewajiban jangka panjang
Kewajiban lain-lain

MODAL
 Modal saham
Agio saham
Laba ditahan

Penyajian diatas merupakan pencerminan dari klasifikasi lazim pos neraca sebagai berikut :
a. Aktiva diklasifikasikan menurut urutan likuiditasnya.
b. Kewajiban diklasifikasikan menurut urutan jatuh temponya.
c. Modal diklasifikasikan berdasarkan sifat kekekalannya.

Berikut saya tampilkan contoh dari neraca per 31 oktober :



Sumber :
* http://cilapop-chilla.blogspot.com/2010/02/isi-dan-elemen-laporan-keuangan.html
* http://lamtiur.wordpress.com/2010/04/11/contoh-neraca-bank/

definislaporan kualitas aktiva produktifi elemen dan contoh

Definisi,Elemen dan contoh Laporan kualitas aktiva produktif
Pengertian Aktiva Produktif
Untuk lebih memahami konsep aktiva produkrif, maka pada bagaian ini terlebih dahulu akan dikupas mengenai aktiva dan prinsip-prinsipnya. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997)
Aktiva Produktif Pada Bank Syariah
Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil. Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah. Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah. Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.

Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah.
Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
Kualitas semua bentuk penanaman dana (aktiva produktif) diatas menjadi standar pengukuran kinerja bank syariah. Untuk menjaga kinerja yang baik dan pengembangan usaha yang senantiahsa sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah maka kualitas aktiva produktif perlu dijaga. Salah satu cara menjaga kualitas aktiva produktif adalah dengan menerapkan kebijakan alokasi dana baik menurut sector ekonomi, sektro industri maupun wilayah pemasaran. Misalnya sekian persen untuk pembiayaan sector industri manufaktur, sekian persen untuk perdagangan dan sekian untuk penyertaan.
Demikian juga dengan rasio antara pembiayaan dan sumber-sumber daya dengan memperhatikan penyebaran sumber daya dan penyebaran resiko sehingga aktiva produktif perusahaan benar-benar dapat menjadi kontribusi pendapatan bagi bank tersebut
Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997). Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.
Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah.

Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah.
Transaksi rekening administrasi yaitu komitmen dan kontijensi (off balance sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi, akseptasi (endorsemen), irrevocable letter of credit (L/C) dan garansi lain berdasarkan prinsip syariah.
Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.

Berikut saya berikan contoh penulisan laporan aktiva produktif :

Sumber:
* http://jagatrian.wordpress.com/2011/03/05/laporan-kualitas-aktiva-produktif/
* repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17859/4/Chapter%20II.pdf

laporan komitmen dan kontigensi

Laporan Komitmen dan Kontigensi
IMPLIKASI RISET AKUNTANSI KEPERILAKUAN TERHADAP PENGEMBANGAN AKUNTANSI MANAJEMEN
Akuntansi yang kita kenal sekarang telah berkembang seiring dengan zaman dan peradaban manusia. Masyarakat modern tidak dapat terlepas dari apa yang dinamakan akuntansi. Namun, akuntansi yang telah diterapkan sekarang, baik di perusahaan profit oriented maupun non profit oriented, sebenarnya telah mengalami evolusi.
Dalam perkembangan akuntansi, bidang yang paling awal berkembang adalah akuntansi keuangan. Seiring dengan perkembangan industri yang sangat pesat karena kebutuhan akan informasi, maka berkembanglah bidang-bidang lain, seperti akuntansi biaya, akuntansi manajemen, auditing, akuntansi perpajakan, akuntansi sektor publik, sistem informasi akuntansi, akuntansi keperilakuan dan perkembangan terakhir khususnya di Indonesia adanya konsep akuntansi syariah. Bidang akutansi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang sehingga memperkaya bidang akuntansi. Akuntansi manajemen menghasilkan informasi untuk pihak internal perusahan (internal user), sedangkan akuntansi keuangan menghasilkan informasi untuk pihak eksternal perusahaan (external user).
Akuntansi manajemen merupakan suatu sistem informasi karena proses dari akuntansi manajemen akan menghasilkan informasi. Pembuat informasi atau pengguna sistem informasi adalah manusia (bisa para manajer, investor, pemerintah, dan user lainnya yang berkepentingan dengan informasi tersebut). Keberhasilan suatu sistem informasi tak lepas dari perilaku manusianya. Perkembangan akuntansi tak lepas dari perilaku. Mendesaknya kebutuhan akuntansi dan pentingnya peranan manusia dalam bidang akuntansi maka dengan mengadopsi bidang-bidang ilmu lainnya, seperti ilmu psikologi dan sosial, lahirlah akuntansi keperilakuan.
Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) merupakan bidang yang sangat luas.Untuk lebih memahami implikasi riset akuntansi keperilakuan (behavioral accounting research/BAR) terhadap pengembangan akuntansi manajemen (managerial accounting), kajian akan dimulai dari perkembangan akuntansi keperilakuan, akuntansi manajemen, riset akuntansi keperilakuan dalam akuntansi manajemen, seperti budgeting, balanced scorecard (BSC), just in time (JIT), total quality management, dan activity based costing system (ABC system).

Akuntansi Keperilakuan dan Perkembangannya
Ikhsan (2005) menyatakan bahwa tujuan ilmu keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksi perilaku manusia sampai pada generalisasi yang ditetapkan mengenai perilaku manusia yang didukung oleh empiris yang dikumpulkan secara impersonal melalui prosedur yang terbuka, baik untuk peninjauan maupun replikasi dan dapat diverifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik. Selanjutnya Ikhsan (2005) menjelaskan bahwa akuntansi keperilakuan menyediakan suatu kerangka yang disusun berdasarkan teknik yang bertujuan (1) untuk memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja perusahaan, (2) untuk mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap perencanaan strategis, dan (3) untuk mempengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi kebijakan perusahaan. Awal perkembangan riset keperilakuan ini telah dikaji dalam studi yang dilakukan Lord (1989). Lord mengkaji perkembangan riset akuntansi keperilakuan (behavioral accounting research) dari tahun 1952 sampai dengan tahun 1981. Lord (1989) mengelompokkan perkembangan hasil penelitian yang berkaitan dengan bidang riset akuntansi keperilakuan menjadi enam fokus penelitian, antara lain akuntansi dalan konteks organisasi (accounting in an organizational context), penganggaran (budgeting), pemikiran psikologi (early psychology thoughts), pemrosesan informasi manusia (human information proccesing), kontingensi teori (contingency teory), dan konferensi dan peristiwa (conferences and events).
Studi Burgstahler dan Sundem (1989) hampir sama dengan studi Lord (1989), yaitu mengkaji perkembangan riset keperilakuan tahun 1968-1987.
Baik artikel yang ditulis oleh Lord (1989) maupun Burgstahler dan Sundem (1989) merupakan invited paper dalam rangka penerbitan pertama jurnal Behavioral Research in Accounting. Hal itu berawal dari cikal bakal penelitian Argyris (1952) yang pertama kali fokus pada anggaran hingga akhirnya sekarang berkembang pada bidang lain, seperti auditing, pajak, dan akuntansi keuangan. Peneliti-peneliti di Indonesia juga tertarik dengan riset akuntansi keperilakuan. Bidang riset keperilakuan juga menjadi pusat perhatian dalam ajang seminar nasional akuntansi (SNA) di Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun oleh IAIKAPd yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd). Topik bahasan hasil-hasil studi dalam seminar ini dibagi menjadi lima, yaitu akuntansi keuangan dan pasar modal; akuntansi manajemen dan keperilakuan; akuntansi sektor publik dan perpajakan; sistem informasi, auditing, dan etika; dan pendidikan akuntansi dan akuntansi syariah. Hasil penelitian di bidang akuntansi manajemen dijadikan satu pembahasan dengan akuntansi keperilakuan karena kedua bidang ini sama-sama membahas tentang manusia.

Akuntansi Manajemen
Akuntansi manajemen adalah bagian dari akuntansi yang bertujuan membantu manajer untuk menjalankan tiga fungsi pokoknya, yaitu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Kehadiran akuntansi manajemen atau sistem informasi manajemen dalam perusahaan merupakan suatu sistem yang akan memberikan informasi kepada manajemen untuk membantu pihak-pihak internal untuk mencapai tujuan organisasinya.

Artikel terbaru mengenai akuntansi manajemen ditulis oleh Birnberg G. Jacod (2000) yang membahas tentang peranan riset keperilakuan dalam pendidikan akuntansi manajemen pada abad ke dua puluh satu. Birnberg menjelaskan bahwa materi akuntansi manajemen dalam tiga periode setelah Perang Dunia Kedua berakhir meliputi periode akuntansi biaya (the cost-accounting period), periode akuntansi manajemen modern (the modern management accounting period), periode akuntansi manajemen postmodern (The post-modern management accounting period). Fokus terbaru dalam akuntansi manajemen seperti dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2005) adalah activity based perspective, total quality management, time as competitive element, efficiency dan E-business.
management, customer orientation, cross-functional
Akuntansi manajemen sangat erat berkaitan dengan manusia. Kajian atau studi di bidang akuntansi manajemen mendapat perhatian bagi riset akuntansi di bidang keperilakuan. Kegagalan dalam hal pencapaian kinerja sebenarnya akibat dari aspek keperilakuan.
Riset Akuntansi Keperilakuan dalam Akuntansi Manajemen Budgeting
Budgeting merupakan bagian dari materi akuntansi manajemen, yang memegang peranan dalam perencanaan dan pengendalian sebagai dua bagian yang tak terpisahkan. Perencanan berarti melihat ke depan, yang mengandung pengertian yaitu menentukan tidakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk merealisasikan tujuan tertentu. Sebaliknya, pengendalian adalah melihat ke belakang yang berarti menilai apa yang telah dihasilkan dan membandingkan dengan rencana yang telah disusun (Hansen & Mowen, 2005). Adapun tujuan anggaran adalah memberikan informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, sebagai standar bagi evaluasi kinerja dan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antarbagian. Anggaran yang disusun berupa anggaran operasi (seperti anggaran penjualan, produksi, pembelian bahan, tenaga kerja, overhead, beban penjualan dan administrasi, persediaan akhir, serta harga pokok penjualan) dan anggaran keuangan [seperti anggaran arus kas, neraca, dan pengeluaran modal].anggaran digunakan untuk mengontrol kinerja pekerja, yang paling sederhana meliputi empat langkah berikut :
1. Penetapan standar oleh manajemen
2. Penetapan standar oleh kelompok yang dikontrol
3. Kinerja operasi
4. Pelaporan hasil dengan ganjaran positif.
Beberapa hasil penelitian akuntansi keperilakuan terbaru dalam bidang akuntansi manajemen di Indonesia telah diseminarkan dalam Seminar Nasional Akuntansi (SNA). Rahman dkk. (2007) meneliti pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap kejelasan peran, pemberdayaan, psikologis, dan kinerja manajerial dengan pendekatan partial least square. Cahyono dkk. (2007) meneliti pengaruh moderasi sistem pengendalian manajemen dan inovasi terhadap kinerja. Wijayantoro dkk. (2007) meneliti hubungan antara sistem pengendalian manajemen dengan perilaku disfunctional: budaya nasional sebagai variabel moderating (penelitian para manajer perusahaan manufaktur di Jawa Tengah). Yufaningrum dkk. (2005) menganalisis pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial melalui komitmen tujuan anggaran dan job relevant information (JRI) sebagai variabel intervening. Sumarno (2005) meneliti pengaruh komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial.
Implikasi Riset Akuntansi Keperilakuan, Terhadap Pengembangan Akuntansi Manajemen Melalui riset akuntansi keperilakuan, teori-teori, konsep, dan isu-isu terbaru dalam akuntansi manajemen dapat diuji secara empiris mengenai manfaat teori-teori baru tersebut terhadap peningkatan kinerja dalam pengambilan keputusan strategik. Dengan adanya hasil riset empiris dalam akuntansi manajemen ini dapat membantu pengembangan akuntansi manajemen. Pihak manajemen menjadi yakin terhadap konsep-konsep yang baru dikembangkan tersebut akan membantu dalam fungsi pokok manajemen perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Isu – isu terbaru dalam akuntansi manajemen, seperti activity based management, customer orientation, cross-functional perspective, total quality management, time as competitive element, efficiency dan E-business, ABC system, dan balanced scorecard ikut memperkaya hasil penelitian di bidang riset keperilakuan.
Antara akuntansi manajemen dan riset akuntansi keperilakuan ada keterkaitan karena kesuksesan dalam menghasilkan informasi akuntansi manajemen sangat tergantung pada faktor manusia dalam berperilaku. Riset akuntansi keperilakuan pertama kali berkembang dari bidang akuntansi manajemen, yaitu bidang yang dibahas adalah budgeting. Akuntansi manajemen dapat dikatakan memberikan kontribusi yang besar dalam riset akuntansi keperilakuan. Bidang akuntansi manajemen sangat berkaitan dengan perilaku manajer dan seluruh staf organisasi. Tercapainya visi perusahaan sangatlah tergantung pada kerja sama antara berbagai pihak, baik dari pihak internal perusahaan maupun kerja sama yang baik dengan pihak ekstrnal perusahaan.

Sumber:
* http://perempuanqu.wordpress.com/2010/05/19/akuntansi-komitmen-dan-kontingensi/

Senin, 14 Maret 2011

TUGAS 2

Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.


tugas dan fungsi'a:

• Pelaksanakan kebijakan moneter dan keuangan
• Memberi nasehat kepada pemerintah dibidang moneter dan keuangan
• Melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan perbankan
• Sebagai banker’s bank
• Memelihara stabilitas keuangan nasional
• Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi
• Mendorong pengembangan sistem perbankan yang sehat


tugas lain'a:
Hubungan Internasional
Melakukan kerja sama dengan bank sentral negara lain, lembaga keuangan internasional
Atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman dari luar negeri, menata usahakan serta menyelesaaikan kewajiban pemerintah
Bertindak atas nama negara sebagai anggota pada lembaga internasional / multilateral
Akuntabilitas dan Anggaran
Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR setiap 3 bulan sekali
Menyampaikan informasi secara terbuka kepada masyarakat setiap awal tahun perihal evaluasi kebijakan moneter tahun lalu dan rencana kebijakan moneter tahun yang akan datang

TUGAS 3

1.ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh bank indonesia.
Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara. Dengan demikian Peraturan Bank Indonesia mengikat semua orang/badan. Sedangkan Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang memuat aturan-aturan intern. Peraturan ini tidak berlaku terhadap setiap orang, hanya berlaku bagi internal Bank Indonesia.[2]

Di dalam UU No.23/1999 jo UU No.3/2004 sedikitnya terdapat 11 pasal yang secara tegas mengamanatkan agar masalah tertentu diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.[3] Hal ini sejalan dengan kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan peraturan/penetapan (power to regulate) dan kewenangan untuk mengenakan sanksi (power to impose sanctions).[4]

Berkenaan dengan kedudukan Peraturan Bank Indonesia sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang, patut dikemukakan bahwa Peraturan Bank Indonesia sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Hal ini juga terkait dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen.[5]

Mengenai kedudukan Peraturan Bank Indonesia ini, Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945” menyatakan:

“Apabila disepakati bahwa Bank Indonesia berada dalam lingkup kekuasaan eksekutif dan kedudukannya tidak setara dengan lembaga presiden, maka tentunya produk hukumnya (PBI) tidak dapat disetarakan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun apabila ditinjau dari fungsinya, yaitu sebagai ketentuan pelaksana undang-undang, maka Peraturan Bank Indonesia seharusnya dapat disetarakan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 hanya mengatur bahwa: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yan lebih tinggi”. Di dalam penjelasan ayat ini, Peraturan Bank Indonesia antara lain dikelompokan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa PERMA tentunya tidak dapat dianalogikan dengan Peraturan Bank Indonesia, karena PERMA tidak mengatur substansi hukum materil, tetapi hanya menyangkut hukum proseduril. Namun, apakah Peraturan Bank Indonesia dengan demikian dapat disetarakan dengan Peraturan Pemerintah dengan alasan bahwa secara analogi Peraturan Bank Indonesia adalah perangkat aturan pelaksana undang-undang (UU BI dan UU lainnya)? Kalaupun jawabnya Peraturan Bank Indonesia tidak dapat disetarakan dengan PP, namun untuk lingkup tugas yang menjadi kewenangan Bank Indonesia, maka Peraturan Bank Indonesia harus dapat mengenyampingkan PP atau sebaliknya PP tidak boleh mengatur hal-hal yang menjadi lingkup tugas dan wewenang Bank Indonesia”.[6]

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Bank Indonesia ini merupakan sebuah konsekuensi logis yang merupakan hasil dari kedudukan Bank Indonesia yang independen. Undang-undang No.23/1999 jo UU No.3/2004 memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengeluarkan peraturan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia untuk mengatur aspek-aspek yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Sebagai produk hukum yang berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang maka kedudukan Peraturan Bank Indonesia tidak dapat dikesampingkan oleh peraturan pelaksana lainnya.[7]

Dalam literatur lain Hendra Nurtjahjo, dkk menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Eksistensi Bank Sentral dalam Konstitusi Berbagai Negara (Pembahasan Kemandirian Bank Indonesia dalam Perspektif Hukum Tata Negara)”, bahwa Peraturan Bank Indonesia memiliki sifat mengikat sebagaimana diperintahkan langsung oleh Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah yang secara langsung memerintahkan hal tersebut kepada Bank Indonesia. Dalam hal ini dikatakan bahwa Bank Indonesia dapat menjadi Self Regulatory Body dengan tetap mempertanggungjawabkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[8]

Selain itu dikatakan bahwa kedudukan Peraturan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini merupakan konsekuensi dari tidak sejajarnya Gubernur Bank Indonesia dan Presiden. Namun, Peraturan Bank Indonesia dapat lahir dari Undang-undang maupun dari Peraturan Pemerintah.[9]

Masih terkait dengan kedudukan Peraturan Bank Indonesia ini, salah satu staf pengajar Mata Kuliah Ilmu Perundang-undangan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sony Maulana, S., S.H., M.H., menyatakan bahwa pada dasarnya belum ada pakar yang berani untuk memberikan kedudukan pasti Peraturan Bank Indonesia tersebut.[10]

Yang paling penting dari pembahasan mengenai hierarki tersebut adalah apabila terjadi penyalahgunaan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Peraturan Bank Indonesia. Bank Indonesia hanya berwenang mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dalam hal yang terkait dengan tugas Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 UU No.23/1999.[11]

Menurutnya, perlu diperhatikan pula mengenai sumber pemberian kewenangan dari peraturan otonom tersebut. Sehingga apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa Peraturan Bank Indonesia sejajar dengan Peraturan Pemerintah, dengan alasan bahwa Peraturan Bank Indonesia menjalankan undang-undang, maka alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena sebenarnya Peraturan Daerah pun juga menjalankan undang-undang. Namun Peraturan Daerah pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004[12] tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam hierarki perundang-undangan Republik Indonesia berada di bawah Peraturan Pemerintah, tidak sejajar.[13]

Mengenai peraturan-peraturan yang terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, Maria Farida Indrati S., dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1” mengatakan bahwa terdapat dua kelompok norma hukum, yaitu peraturan pelaksanaan (Verordung) dan peraturan otonom (Autonome Satzung).[14] Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi.[15]

Yang dimaksud dengan atribusi kewenangan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan (attributie van wetgevingsbevoegdheid) adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Grondwet (Undang-Undang Dasar) atau wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga Negara/pemerintahan. Kewenangan tersebut melekat terus-menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan.[16]

Sedangkan delegasi kewenangan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan (delegatie van wetgevingsbevoegdheid) adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak dinyatakan dengan tegas.[17]

Kewenangan delegasi ini berbeda dengan kewenangan atribusi, dimana pada kewenangan delegasi kewenangan tersebut tidak diberikan, melainkan “diwakilkan”, dan selain itu kewenangan delegasi ini bersifat sementara dalam arti kewenangan ini dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada.[18]

Dari pengertian kedua kelompok norma hukum tersebut, yaitu peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom, maka Peraturan Bank Indonesia merupakan peraturan otonom, yang mana bersumber dari kewenangan atribusi. Dimana pemberian kewenangan tersebut diberikan dari Undang-Undang (wet) kepada suatu lembaga Negara yang dalam hal ini Bank Indonesia. Hal ini juga ditegaskan oleh Sony Maulana S., dalam wawancaranya dengan penulis.

Namun, dalam wawancara penulis dengan Prof Maria di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia beliau mengatakan bahwa Peraturan Bank Indonesia tidak dapat dimasukkan ke dalam hierarki perundangan nasional, karena sebagai lembaga negara yang independen, Peraturan Bank Indonesia tersebut mempunyai hierarki tersendiri. Yaitu dari mulai Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Dewan Gubernur serta peraturan-peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia lainnya.

Mengenai peraturan perundang-undangan ini Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S. H., berpendapat bahwa Dalam rangka penyusunan tertib peraturan perundang-undangan yang baru, perlu dibedakan dengan tegas antara putusan-putusan yang bersifat mengatur (regeling) dari putusan-putusan yang bersifat penetapan administratif (beschikking).[19]

Semua pejabat tinggi pemerintahan yang memegang kedudukan politis berwenang mengeluarkan keputusan-keputusan yang bersifat administratif, misalnya untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat, membentuk dan membubarkan kepanitiaan, dan sebagainya. Secara hukum, semua jenis putusan tersebut dianggap penting dalam perkembangan hukum nasional.[20]

Akan tetapi, pengertian peraturan perundang-undangan dalam arti sempit perlu dibatasi ataupun sekurang-kurangnya dibedakan secara tegas karena elemen pengaturan (regeling) kepentingan publik dan menyangkut hubungan-hubungan hukum atau hubungan hak dan kewajiban di antara sesama warganegara dan antara warganegara dengan negara dan pemerintah. Elemen pengaturan (regeling) inilah yang seharusnya dijadikan kriteria suatu materi hukum dapat diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan sesuai dengan tingkatannya secara hirarkis.[21]

Dalam wawancara penulis pada situs resmi rof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S. H., beliau menambahkan bahwa:

Dlm UU No.10/2004 Peraturan Bank Indonesia (PBI) tdk disebut secara khusus, tapi kedudukannya sbg “subordinate legislation” yg melaksanakan & mendapat delegasi kewenangan mengatur (delegation of rule-making power) dari UU, sehingga dapat dikatakan berada di bawah UU. Sebagai peraturan pelaksana UU, PBI tdk dapat dibatalkan oleh PP, sehingga oleh sebab itu, dapat saja disebut sejajar dg PP yg juga merupakan peraturan pelaksana UU. Baik PP maupun PBI, seperti juga peraturan MA (PERMA) dan peraturan MK (PMK) hanya dpt ditetapkan jika mengatur hal2 yg memang secara eksplisit diperintahkan pengaturannya lebih lanjut oleh UU. Inilah yg biasa saya sebut “hirarki fungsional” dimana urutan hirarki ditentukan berdasarkan prinsip “delegation and subdelegation of rule-making power”. Sdgkan hirarki yang biasa adalah hirarki struktural yg secara formal telah ditentukan urutannya oleh UU No. 10/2004, yaitu (i) UUD (ii) UU & Perpu, (iii) PP, (iv) Perpres, dan (v) Perda.[22]

[1] Agus Santoso dan Anton Purba, “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Buletin Hukum Perbankan dan Perbansentralan, Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2006)., hal. 12


[2] Ibid.


[3] Pasal-pasal tersebut adalah: Pelaksanaan pembawaan uang rupiah dalam jumlah tertentu keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia (Pasal.3 ayat (2)); Pelaksanaan pengendalian moneter (Pasal. 10 ayat (3)); Pengaturan mengenai kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari (Pasal. 11 ayat (3)); Pengaturan mengenai pelaksanaan survei untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia (Pasal. 14 ayat (5)); kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran (Pasal. 15 ayat (2)); Pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing (Pasal. 17 ayat (2)); Penyelenggaraan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing (Pasal. 18 ayat (3)); Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran (Pasal. 23 ayat (5)); Pelaksanaan kewenangan menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian (Pasal 25 ayat (2)); Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasu oleh Bank Indonesia (Pasal 30 ayat (3)); dan Pelaksanaan sanksi administratif (Pasal 72 ayat (3)).


[4] Santoso, Ibid.


[5] Ibid.


[6] Dikutip langsung dari Santoso, Ibid., hal. 11-12.


[7] Ibid., hal.13-14.


[8] Nurtjahjo, et al., Eksistensi Bank Sentral dalam Konstitusi Berbagai Negara (Pembahasan Kemandirian dalam Perspektif Hukum Tata Negara), hal. 95.


[9] Ibid., hal. 90.


[10] Hasil wawancara penulis dengan Sony Maulana S., S.H., M.H., pada pukul 15.20 WIB, tanggal 30 April 2008 di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.


[11] Ibid. Pasal 8 UU No.3/1999 menyebutkan bahwa tugas Bank Indonesia adalah: (i) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; (ii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (iii) mengatur dan mengawasi bank. Lihat: Indonesia, Undang-Undang Tentang Bank Indonesia, No. 23 Tahun 1999, Op. Cit., ps.8.


[12] Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa “Jenis hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

Undang-Undang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah.

[13] Hasil wawancara, Ibid.


[14] Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1. (Yogyakarta: Kanisius), 2007.

[15] Ibid.


[16] Ibid., Maria Farida mencontohkan dalam bukunya tersebut mengenai atribusi kewenangan ini, yaitu: (i) UUD 1945 dalam pasal 2 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti UU jika terjadi “hal ihwal yang memaksa”; (ii) UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 136 memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk Peraturan Daerah dengan sanksi pidana setinggi-tingginya 6 (enam) bulan kurungan dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).


[17] Ibid., Hal. 56. Maria Farida mencontohkan dalam bukunya tersebut mengenai delegasi kewenangan ini, yaitu: (i) Pasal 5 ayat () UUD 1945 yang merumuskan, “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.”; (ii) Pasal 146 ayat (1) UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merumuskan, “Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan Kepala Daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.

2.kebijakan bank indonesia.

Enam Kebijakan Baru Bank Indonesia
1. Pelebaran koridor suku bunga Pasar Uang Antar-Bank mulai 17 Juni 2010.
2. Keharusan memegang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) minimal satu bulan mulai 7 Juli 2010.
3. Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk deposito berjangka mulai 7 Juli 2010.
4. Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto mulai 1 Juli 2010.
5. Penerbitan SBI berjangka waktu 9 bulan dan 12 bulan pada pekan kedua Agustus 2010 dan pekan kedua September 2010.
6. Penerapan mekanisme three party repurchase (repo) Surat Berharga Negara tahun depan.

3.komentar'a.
Pendapat para ekonom membentur tembok. Bank Indonesia tetap mengizinkan investor asing membeli SBI. "Indonesia masih memerlukan dana investor asing," kata Darmin, "dan dana asing itu juga bisa menstabilkan rupiah." Direktur Riset Ekonomi dan Moneter Perry Warjiyo menambahkan, opsi mewajibkan bank dan investor memegang SBI minimal sebulan merupakan langkah tepat untuk mengatasi risiko pembalikan mendadak arus dana asing ke luar Indonesia. "Kebijakan itu juga kondusif bagi masuknya dana ke perekonomian kita," katanya.

Sumber Tempo membisikkan, sebenarnya rencana membatasi dan bahkan melarang investor asing membeli SBI sudah ada sejak tiga tahun lalu. Tapi penerapannya terkatung-katung lantaran terjadi beda pendapat di kalangan internal bank sentral. Rencana itu mulai serius dibahas lagi setelah Indonesia ikut terimbas krisis finansial Amerika Serikat pada 2008.

Akhir tahun lalu, rapat Dewan Gubernur juga memerintahkan Direktorat Riset Ekonomi dan Moneter mengkaji kebijakan mengatasi dampak derasnya aliran dana panas, termasuk menelaah kebijakan kontrol devisa di sejumlah negara yang mungkin diterapkan di Indonesia. Ditanya soal cerita itu, Darmin berkilah. "Mereka tidak hanya mengkaji satu kebijakan, tapi banyak alternatif kebijakan yang dikaji," ujarnya.

Menurut Anton, bank sentral sesungguhnya mau menerapkan kebijakan melarang investor asing membeli SBI, tapi tidak dengan kebijakan kontrol devisa. Meski Brasil, Argentina, Korea Selatan, atau Taiwan sukses menerapkan pengendalian devisa terbatas, beleid itu belum tentu berhasil diterapkan di Indonesia. "Problemnya sejak awal kebijakan devisa Indonesia sudah sangat terbuka," katanya. "Beda dengan negara lain, yang sejak awal sudah ketat." Alhasil, investor asing masih akan melenggang bebas ke negeri kita.

TUGAS 1

1. pengertian bank
Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-macam dan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia beserta arti definisi / pengertian masing-masing bank.

2. klasifikasi bank:
- bank indonesia(central)
- bank umum

3.tugas & fungsi dari bank central dan umum.
Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi.
Bank Sentral;
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain: (Siamat, 1993, hal:26)
Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
Memelihara stabilitas moneter;
Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Kemudian pada pasal 8 disebutkan tentang tugas-tugas BI adalah:
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
Mengatur dan mengawasi bank.

Bank Umum atau Bank Komersial;
Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Dengan demikian ada dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu:
Secara konvensional.
Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan dalam dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga” (interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung, deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi.
Prinsip Syariah
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dengan adanya prinsip syariah ini, tentunya memberikan keleluasaan bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi dana masyarakat. Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka prinsip syariah ini merupakan alternatif pilihan lain.
Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan.
Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
Modal disetor minimum untuk mendirikan bank campuran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 100 milyar, dengan ketentuan penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri sebesar-besarnya 85% dari modal disetor.

Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa.
Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.